Skip to main content

OMG! Quarter Life Crisis Menyerang!

Galau, overthinking, gelisah, bingung, ketakutan, sampai frustasi kerap mengganggu psikis seseorang di seperempat abad usianya. Kira-kira di usia 18-30 tahun. Umumnya, seseorang di usia ini merasa tidak mempunyai arah, khawatir, bingung, dan galau akan ketidakpastian kehidupannya di masa yang akan datang. Biasanya, kekhawatiran ini meliputi isu karir, percintaan, ekonomi dan kehidupan sosial. Bahkan, juga ada yang mempertanyakan hingga meragukan tujuan dan alasannya hidup. Duh, gawat juga ya...

Fase ini dinamakan Quarter Life Crisis (QLC). Di fase ini, setidaknya ada 3 tuntutan untuk seseorang:

  1. Kedewasaan
  2. Arah hidup
  3. Tanggung Jawab
Akan muncul banyak pertanyaan pada diri seseorang,
"Aku hidup untuk apa?"
"Aku mau jadi apa?"
"Apa yang aku cari?"
"Aku salah ga ya milih keputusan itu?"
"Kok hidupku gini-gini aja ya..."
"Kapan aku bisa sesukses dia?"

Sebenarnya, tidak ada yang salah dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, tergantung bagaimana kita menanggapinya. Kondisi mental dan psikis seseorang tentu tidak bisa disamakan. Sebagai contoh,

Kondisi 1: 

Si A yang berprofesi sebagai engineer selama 4 tahun baru saja membeli mobil. Si B yang juga berprofesi sama dengan masa kerja yang sudah 8 tahun terpacu semangatnya untuk bekerja lebih giat, bahkan mencari pemasukan tambahan agar bisa seperti si A. Baginya, si A saja bisa kenapa dia tidak.

 Kondisi 2:

Si A yang berprofesi sebagai engineer selama 4 tahun baru saja membeli mobil. Si B yang juga berprofesi sama dengan masa kerja yang sudah 8 tahun merasa gundah. Ia heran, selama 8 tahun bekerja rasanya belum ada satupun kendaraan selain sepeda motor tua yang ia mampu beli. Uangnya seolah tidak pernah cukup. Karir pun mentok, tidak ada promosi. Usia sudah menuju kepala 3, tapi belum ada wanita yang menjadi tambatan hati. Hangout bersama teman-teman, obrolan terasa tidak nyambung, semuanya membahas soal anak, posisi dan kedudukan baru di kantor, renovasi rumah, blablabla... kok, mereka punya semua?

Berdasarkan kondisi 1, si B menjadikan pencapaian si A sebagai penyemangat dan memotivasi agar bisa seperti si A. Sedangkan, kondisi 2 menunjukkan si B mulai menghadapi fase QLC. Yang awalnya mungkin hanya mobil isu utamanya, tapi kegelisahan dan kekhawatirannya menjalar hingga ke karir, usia, pasangan, hingga anak. Ia semakin terjebak dalam rasa takut dan bingung. Cara si B menyikapi kondisi tersebut akan mempengaruhi prosesnya menggapai impian.

Setidaknya, ada 4 fase QLC: perasaan terjebak - berharap ada perubahan - action, melakukan sesuatu untuk perubahan - menjaga dan mempertahankan impian. Jika kamu menghadapi fase QLC, jangan sampai berlama-lama berada di fase pertama atau fase kedua. Kalau selalu merasa terjebak, atau berharap berharap dan berharap, tidak baik juga.

Menurut kacamatabela, ada beberapa tips untuk menghadapi QLC agar kita bisa tetap fokus pada tujuan.

  1. Bersabar, Berproses
    Rezeki, kehidupan, jodoh tidak akan pernah salah alamat. Semua sudah digariskan oleh الله. Proses dan jangka waktu pencapaiannya juga berbeda-beda, karena semua orang punya timeline hidupnya masing-masing. Yang perlu dipastikan, kita tidak melewati satupun dari Ikhtiar - Do'a - Tawakkal (Berserah). Bersabar bukan berarti pasrah, tapi membiarkan dan mengizinkan diri untuk melakukan yang terbaik sesanggup kita dan mengharapkan hasil yang terbaik.
  2. Move on, Action!
    Hentikan berpikir “kalau/seandainya”, karena hanya akan membuat kita menyesali keputusan yang sudah kita buat. Masa lalu tidak bisa diubah, fokus dan bersyukur di hari ini sembari mempersiapkan masa depan.
  3. Motivasi Diri dan Temukan Lingkungan Positif
    Dengan berkumpul bersama teman-teman yang positif dan punya semangat, maka motivasi akan tumbuh dan kita bisa fokus pada impian dan pencapaian.
  4. Turunkan Sedikit Standar
    Kadangkala, kita perlu mengubah atau menurunkan sedikit standar dan target-target pencapaian, entah itu standar timeline, ataupun target yang akan dicapai. 

Quarter Life Crisis (QLC) bisa menyerang siapa saja dan sangat wajar. Dibutuhkan fisik dan mental yang kuat supaya tidak terjebak dalam fase ini. Jadi, mulailah perhatikan apa yang kita suka, apa yang membuat kita merasa nyaman, dan apa hal-hal yang ingin kita coba lakukan berupa wish and to do list, dimulai dari poin paling kecil terlebih dahulu. Hingga tercapai poin-poin besar kedepannya. Semangat!

Comments

Popular posts from this blog

I'm Just a Mom 🍓

Hai.... Jumpa lagi! Setelah beberapa bulan lama nya tidak menulis, lumayan bingung rasanya mau menuliskan apa di tengah-tengah kesibukan aktivitas rumah tangga, perkuliahan, riset, dan lain sebagainya.  Setelah beberapa bulan pasca melahirkan, saya kembali merasakan drama, naik-turun, dan serunya jadi Ibu yang punya bayi. Bayi yang lahir ke dunia ini pada tanggal 15 Agustus 2023, atas izin Allah dimudahkan segala prosesnya. Dan tepat 1 Minggu setelahnya, bayi dengan tubuh mungil itu sudah harus saya titipkan ke Ibu saya di rumah, 5-8 jam lamanya (hampir) setiap hari. Sebenarnya, ini bukan kali pertama saya 'meninggalkan' anak. Tahun 2019, saat usia anak pertama saya 7 bulan, saya diterima bekerja di salah satu kampus. Hanya saja, kali ini terasa lebih awal. Jadi, kalau saat ini orang-orang bertanya apakah saya sedih meninggalkan bayi di rumah, saya bingung harus menjawab apa. Apa ekspektasi orang atas jawaban yang akan saya berikan? Dari 2 pengalaman 'meninggalkan' anak

Pengalaman (BUKAN) Warlok ANC Terpadu di Jogja 🏥

Hari ini, 21 Maret 2023 saya baru saja selesai menjalani ANC Terpadu. Salah satu program pemerintah yang diwajibkan untuk pemeriksaan kesehatan fisik dan psikis ibu hamil (more info bisa dibaca disini: https://dinkes.jogjaprov.go.id/berita/detail/anc-terpadu-ibu-hamil-10t-anc-terpadu-berkualitas-hamil-sehat-melahirkan-selamat-bayi-sehat ). Dan luar biasa, selesai hanya dalam beberapa jam saja! Oh ya, informasi yang saya terima dari nakes, untuk di Jogja seluruh ibu hamil yang akan menjalani proses persalinan di fasilitas publik (klinik kebidanan, puskesmas, dan rumah sakit) wajib mendapatkan ANC Terpadu. Singkat cerita, saya datang ke Puskesmas Depok II (Condongcatur, Sleman) yang berjarak sekitar 3km dari rumah, pukul 08.30 WIB. *agar informasi ini lebih mudah diakses bagi pembaca, saya sajikan dalam poin saja, ya.. kurang lebih begini alurnya. Di pintu masuk, saya mengambil nomor antrian dan menunggu panggilan. 15 menit menunggu, saya diarahkan ke bagian Pendaftaran dan Rekam Medis